Motret Berbayar Di Lakardowo Disesalkan Jurnalis

Motret Berbayar Di Lakardowo Disesalkan Jurnalis

Adanya aturan memotret atau memfoto harus membayar di Desa Lakardowo, Jetis, Mojokerto sangat disesalkan para jurnalis, yang sering melakukan peliputan di lokasi itu.

Munculnya aturan ini, ditengah maraknya pemberitaan kasus dugaan pencemaran limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) yang diduga dilakukan PT Putra Restu Ibu Abadi (PRIA).

Menurut Imam Akbar satu diantara jurnalis di Mojokerto, aturan motret harus membayar itu disampaikan Prigi Arisandi Direktur Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON), pada medio Mei-Juni 2016 lalu, waktu memberikan arahan pada warga Desa Lakardowo yang didampingi lembaganya.

Dikatakan Imam, aturan motret harus membayar itu disampaikan langsung secara terbuka pada semua orang yang hadir dalam forum itu, bahkan sempat direkam beberapa orang yang ada dan hadir dilokasi itu.

“Kalau motret di Lakardowo saja harus membayar, ini khan lucu, apa hubungannya dengan dengan proses pendampingan yang dilakukan ke warga,” sesal Imam, Senin (01/08/2016).

Ditambahkan Imam, jelas aturan itu sangat mengada-ada dan tidak ada dasar hukumnya yang jelas. “Ini sangat menghambat profesi kami sebagai jurnalis,” tukasnya.

Sementara beberapa warga yang didampingi ECOTON dalam penyelesaian konfliknya dengan PT PRIA mengatakan, motret atau memfoto itu memang benar disampaikan Prigi Arisandi Direktur ECOTON dalam forum pendampingan ke warga, tujuannya untuk uang kas kegiatan selama perjuangan melawan PT PRIA.

Bahkan diantara warga yang hadir dan merekam pernyataan itu, sempat memutarkan rekaman suara Direktur Ecoton yang menyatakan memfoto harus membayar di Lakardowo.

Menyikapi informasi dan laporan yang muncul dari warga itu, Teguh Ardi Srianto Ketua Komunitas Jurnalis Peduli Lingkungan (KJPL) Indonesia, enggan berkomentar banyak.

Dikatakan Teguh, apa dasar aturannya mewajibkan orang membayar kalau motret atau memfoto di Lakardowo.

“Dari waktu awal KJPL Indonesia melakukan advokasi di Lakardowo, tidak ada aturan itu, polisi pun tidak berhak melarang jurnalis melakukan peliputan dan memotret apalagi membayar hanya untuk memotret di Lakardowo, khususnya dalam kasus dugaan pencemaran limbah B3 yang dilakukan PT PRIA, lha kok ini LSM melarang, apa maksudnya?” tanya Teguh.

Teguh menambahkan, kalau aturan itu tidak segera diklarifikasi oleh yang bersangkutan, maka yang bersangkutan jelas melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Ini sudah melanggar aturan undang-undang, dan sudah pasti, ini tidak ada hubungannya antara proses pendampingan pada warga,” pungkas Teguh. [KJPL]

Berita Lainnya

Leave a Comment