Perjuangan Warga Lakardowo Makin Ngawur

Sesudah terjadinya konflik yang dipicu persoalan lingkungan hidup, karena ada dugaan pencemaran limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) dari PT Putra Restu Ibu Abadi (PRIA), tata kehidupan warga di Desa Lakardowo, Jetis, Mojokerto semakin kacau.

Setidaknya itu terlihat dan dirasakan warga yang beberapa waktu ini terus berupaya mempertahankan hak-hak mereka untuk dapat jaminan lingkungan yang sehat dan baik sesuai Undang-Undang Perlindungan dan Pegelolaan Lingkungan Hidup.

Di Dusun Kedung Palang yang desanya diduga terdampak cemaran limbah B3 dari PT PRIA, kondisi warganya semakin tidak rukun, bahkan tokoh agama di desa itu, tidak dianggap lagi oleh warga yang kontra atau tidak senang dengan keberadaan PT PRIA.

Dari pantauan dan penggalian data di lokasi desa, keresahan dan potensi konflik antar warga yang pro dan kontra dengan keberadaan PT PRIA juga semakin tinggi, karena diantara warga sudah terjadi kecemburuan sosial yang dipicu beberapa faktor, diantaranya faktor ekonomi.

“Ada warga yang kerja di PT PRIA dan punya kehidupan yang lebih baik dibanding tetangganya yang tidak bekerja di perusahaan pengelola limbah B3 itu, kemudian terjadi kecemburuan, sehingga warga yang tidak bekerja di PT PRIA membenci dan menghasut warga lain untuk membenci warga yang kerja di PT PRIA,” ungkap Teguh Ardi Srianto Ketua Komunitas Jurnalis Peduli Lingkungan yang selama ini memantau dan menggali informasi juga data tentang konflik lingkungan yang terjadi di Desa Lakardowo, Jetis, Mojokerto, Jawa Timur.

Kondisi itu, kata Teguh, ditambah lagi dengan adanya tindakan warga yang kontra dengan PT PRIA dan melakukan aksi-aksi kurang simpatik.

Diantara aksi kurang simpatik yang dilakukan warga dalam melakukan perjuangan untuk mendapatkan hak-hak mereka, ada sekelompok warga yang sengaja menggali jalan desa di Dusun Kedung Palang dan Dusun Greyol sedalam 35 cm dan hampir separuh jalan atau sekitar 2 meter dari lebar jalan 4 meter, dengan tujuan agar semua truk-truk pengangkut limbah milik PT PRIA tidak bisa masuk ke pabrik dan terperosok ke dalam galian yang dibuat warga.

“Dampak dari perbuatan sekelompok warga itu, ada 4-5 warga Desa Lakardowo yang sekarang harus diperiksa polisi, karena dianggap merusak fasilitas umum, yaitu jalan desa dengan sengaja untuk mencelakakan orang lain di malam hari,” ujar Teguh.

Dikatakan Teguh, kondisi yang semakin tidak kondusif untuk kehidupan warga desa itu, harusnya dapat perhatian serius dari pemerintah, tapi kenyataannya yang terjadi justru pembiaran.

“Kalau keadaan itu, tidak segera disikapi dengan baik dan benar yang akan jadi korban adalah warga desa yang tidak tahu apa-apa, ini memprihatinkan,” papar Teguh.

Sementara Yasin warga Dusun Kedung Palang juga prihatin dan kecewa dengan langkah perjuangan warga desanya untuk mendapatkan hak-hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Menurut Yasin, arah pergerakan perjuangan warga sekarang ini sudah mulai ngawur. “Ini terjadi sesudah warga didampingi LSM lingkungan yang terus melakukan upaya-upaya provokasi ke warga, sehingga warga berani melakukan tindakan-tindakan yang mengarah anarkhis,” tutur Yasin, Sabtu (30/07/2016)

Diantara tindakan warga yang disesalkan Yasin, ada warga yang sengaja mencorat-coret bendera merah putih dengan tulisan-tulisan yang harusnya tidak boleh dilakukan pada lambang negara Indonesia.

Aksi itu dilakukan sekelompok warga dan kemudian sengaja memasang bendera yang dicorat-coret itu di halaman rumah Suntama warga Dusun Kedung Bulu, Jetis, Mojokerto.

Dengan adanya tindakan warga yang mencorat-coret bendera merah putih itu, kata Yasin, polisi sempat dapat laporan dan sudah menegur warga untuk menurunkan bendera merah putih yang ditulisi kalimat “Save Lakardowo”.

“Sayangnya polisi tidak menindak dan menangkap warga yang memasang dan mencorat-coret bendera yang jadi lambang negara Indonesia,” sesal Yasin.

Ditambahkan Yasin, harusnya LSM lingkungan yang mendampingi warga bisa mengendalikan tindakan warga desa dan mendampingi mereka dengan baik dalam berjuang untuk mendapatkan hak-haknya atas lingkungan, bukan justru memprovokasi warga untuk anarkhis.

“Kalau ini terus terjadi di desa kami, yang akan terus jadi korban justru kami, warga desa yang tidak tahu apa-apa dan mudah diprovokasi pihak luar,” pungkas Yasin. [KJPL]

Berita Lainnya

Leave a Comment