Hak Atas Air Diabaikan

Hak Atas Air Diabaikan

Wajah pengelolaan sumber daya air di Indonesia jauh dari bagus. Pemerintah dinilai tidak menghormati hak warga atas air. Sementara pengelolaan sumber daya air juga dinilai tidak profesional. Indonesia yang kaya sumber air justru berkutat dengan kekurangan air bersih.

”Dalam Undang-Undang Dasar tercantum tentang penguasaan air oleh negara dan harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Faktanya, yang termiskin justru harus membayar paling mahal,” kata Firdaus Ali dari Teknik Lingkungan UI pada diskusi Hari Air Dunia bertema ”Melestarikan Hutan dan Menjaga Ketersediaan Air Bersih”.

Kini, harga air di daerah Kelurahaan Pademangan, Jakarta, yang berpenduduk padat dan miskin, sekitar Rp 137.000 per meter kubik atau sekitar 15 dollar AS (kurs sekitar Rp 9.000 untuk 1 dollar AS). ”Itu termahal di dunia. Di negara lain tak ada yang harganya 10 dollar AS,” ujar Firdaus, yang aktif di Indonesia Water Institute.

Sementara jutaan warga di banyak kawasan pesisir hidup turun-temurun dalam kelangkaan air bersih. ”Tidak adanya akses air yang diberikan dan disediakan negara kepada warga pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia,” kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan.

Sebagai gambaran, dari 34 kota besar di mana program Indonesia Urban Water, Sanitation, and Hygine (Iuwash) dari USAID dilakukan, pemerintah daerah baru menganggarkan 1 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mereka untuk program sanitasi, yang jelas amat erat kaitannya dengan ketersediaan air.

Tak profesional

Di tempat terpisah, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) menilai pengelolaan air bersih masih belum profesional. ”Miskoordinasi pemerintah, baik pusat dan daerah maupun antardaerah menjadi penyebab makin parahnya sumber daya air bersih,’’ kata Ketua Umum IAGI Rovicky Dwi Putrohari.

Pada berbagai kasus, daerah tangkapan hujan berbeda pemerintahan dengan daerah yang memanfaatkan air. Ini menimbulkan ketidaksepahaman kebijakan sehingga saling lempar tanggung jawab antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Salah satunya terjadi di Jakarta dan Bogor. Sebanyak 11 sungai yang bermuara di Jakarta berasal dari Gunung Gede-Pangrango dengan kawasan Puncak sebagai hulunya. ”Sulit mempertahankan cadangan air di kawasan Puncak karena pengaruh modal amat besar. Diimbau jangan dibangun vila, tetap jadi vila,” ujar Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto.

Menurut Rovicky, hal itu sebenarnya bisa diatasi. Syaratnya, ”Pemerintah pusat menjalankan kekuasaannya untuk berkoordinasi dengan baik demi ketersediaan air bersih bagi masyarakat,” katanya.

Pihak IAGI mengkhawatirkan terjadi kelangkaan air bersih secara massal. Sebab, semakin banyak jumlah penduduk, maka kian banyak pula kebutuhan terhadap air bersih.

Faktanya, hampir semua daerah perkotaan merupakan daerah landai yang bukan daerah tangkapan air. Itu membuat kebutuhan air tanahnya sangat bergantung pada daerah terdekat yang bertopografi tinggi.

Untuk itu, lanjut Rovicky, tata guna lahan di daerah tangkapan air di perbukitan dan pegunungan dekat perkotaan harus terus dijaga. ”Jika tidak ada penataan, daerah tangkapan air akan gundul sehingga daerah perkotaan di dataran rendah semakin sulit memperoleh air,’’ katanya.

Di Kota Salatiga, Jawa Tengah, misalnya, jumlah mata air terus berkurang. Lahan resapan air menjadi permukiman. Dari 64 mata air besar dan kecil, hanya 35 mata air yang debitnya konstan sepanjang tahun. Tujuh mata air mengering, sisanya debit airnya menurun drastis.

Faktor kelangkaan

Menurut ahli tata air dari Institut Teknologi Surabaya, Amien Widodo, banyak faktor penyebab kelangkan air. Selain penggundulan hutan, kelangkaan air juga disebabkan pengambilan air tanah berlebihan, baik untuk industri maupun pertanian.

Di kawasan hulu tidak ada penambahan air meresap, di bagian tengah terjadi pengambilan berlebih. Akibatnya, air tanah di kawasan pantai akan tercemar air laut karena intrusi air laut. ”Kawasan yang terintrusi air laut akan makin luas kalau tidak segera diatasi,’’ kata Amien.

Ada beberapa cara meningkatkan cadangan air, antara lain, memelihara hutan di hulu, membangun terowongan bawah tanah seperti di Chicago (AS), Kuala Lumpur (Malaysia), Singapura, dan Tokyo (Jepang), serta teknologi osmosis air laut. [KJPL]

Berita Lainnya

Leave a Comment