Jenis polusi dalam ruang beragam. Namun hanya satu yang hingga saat ini masih menjadi gaya hidup dan terus mencabut nyawa.
Sumber utama polusi dalam ruang adalah kandungan gas-gas dan partikel di udara. Bahan bangunan, peralatan rumah tangga, perabot ruangan, penyekat berbahan asbes, karpet yang basah atau lembab, produk-produk perawatan dan pembersih rumah, hingga produk perawatan tubuh berpotensi menyumbang polusi dalam ruang.
Di Indonesia, masih banyak masyarakat miskin di pedesaan yang menggunakan kayu sebagai alat untuk memasak. Kayu bakar menghasilkan asap atau polusi dalam ruang, memicu gangguan kesehatan.
Namun dari semua sumber polusi dalam ruang tersebut, hanya satu yang hingga saat ini masih menjadi gaya hidup dan terus merusak kesehatan. Baik bagi pelakunya, maupun bagi anak isteri mereka, sahabat, rekan sekerja maupun semua yang ada di sekitarnya. Sumber polusi tersebut adalah pembakaran produk tembakau.
Berbeda dengan polusi luar ruangan, seperti asap kendaraan bermotor, polusi jenis ini – lagi-lagi di Indonesia – bisa masuk dalam ruang-ruang yang tidak kita bayangkan sebelumnya. Masih banyak orang yang membakar tembakau di sekolah, di ruang berpendingin udara, di rumah, di sekitar bayi dan anak-anak, pada pagi hari saat semua orang menikmati udara bersih dan segar.
Aturan yang membatasi perilaku pembakaran produk tembakau ini sudah diciptakan. Namun sekali lagi, di Indonesia, buat apa peraturan jika tidak untuk dilanggar. Di rumah sakit, di ruang terbuka hijau, di restoran mewah hingga warung tegal, warung internet, di mall, di taman, tempat bermain, di supermarket, di dalam mobil pribadi bahkan di angkutan umum, masih banyak kita jumpai pembakaran produk tembakau ini.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang diterbitkan Kamis lalu (15/02/2012), kematian yang bersumber dari penggunaan dan pembakaran produk tembakau di dunia, jumlahnya mencapai 5 juta jiwa per tahun atau 12% dari semua kasus kematian yang menimpa penduduk di atas usia 30 tahun. Data ini adalah data tahun 2004, setahun sebelum konvensi internasional terkait produk tembakau diterapkan.
Konvensi Kerjasama untuk Mengontrol Tembakau atau The Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) mulai berlaku pada 2005. Konvensi ini mengharuskan semua negara membatasi iklan tembakau, mengatur pemberian sponsor, promosi, dan menetapkan label dalam produk-produk tembakau, termasuk upaya untuk mengontrol kebersihan udara dalam ruang dan memerkuat aturan hukum penyelundupan produk-produk ini.
Laporan terbaru dari WHO berjudul “Mortality Attributable to Tobacco,” yang diterbitkan pada hari yang sama menunjukkan, 5% dari semua kematian yang disebabkan oleh penyakit menular (communicable illnesses) dan 14% kematian dari penyakit tidak menular (non-communicable illnesses) di kelompok usia dewasa di atas 30 tahun, terkait dengan penggunaan produk tembakau.
Menurut Ala Alwan, Wakil Direktur Jenderal WHO, tembakau tidak hanya menyebabkan penyakit tak menular seperti kanker, jantung dan gangguan pernafasan namun juga penyebab utama penyebaran penyakit menular seperti TBC, yang dipicu oleh penggunaan dan pembakaran produk tembakau.
Wilayah dengan tingkat kematian tertinggi terkait penggunaan produk tembakau terjadi di Amerika dan Eropa yang telah lama menggunakan produk-produk ini.
Di dunia, dalam kelompok usia 30-44 tahun, sebanyak 38% kematian yang disebabkan penyakit jantung, terkait dengan penggunaan dan pembakaran produk tembakau, sementara kematian akibat kanker paru-paru, 71% dipicu oleh penggunaan produk tembakau.
“Jika diterjemahkan dalam data statistik, 5 juta kematian setiap tahun (akibat pemakaian produk tembakau) tersebut setara dengan satu kematian setiap 6 detik,” ujar Dr. Alwan. “Jika tidak diambil tindakan yang tegas, epidemik ini diperkirakan akan memakan korban 1 miliar penduduk pada abad ini – kita tidak bisa membiarkan hal itu terjadi,” tambahnya. Dr. Alwan mendesak semua negara untuk menerapkan konvensi tembakau ini. [KJPL]