Kerusakan hutan di Indonesia bukan hanya mengancam satwa harimau Sumatera tetapi juga mengancam kehidupan, adat istiadat dan seni tradisi masyarakat setempat. Sejak lama hutan menjadi sumber inspirasi, filosofi dan gantungan hidup masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
“Kehilangan hutan berarti kehilangan pula sumber inspirasi dan filosofi hidup masyarakat yang diajarkan untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan alam,” kata Datuk Raja Gampo Edwel Yusri pelestari seni tradisi silat harimau asal Kampung Balingka, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Datuk Edwel bersama puluhan pesilat muda lainnya dan organisasi nirlaba Greenpeace meluncurkan kampanye “Penyelamatan Hutan Rumah Harimau”, Jumat (16/9), di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Kampanye penyelamatan hutan yang dikemas dengan tontonan budaya ini baru pertama kali dilakukan di Indonesia. “Cara ini dilakukan untuk memperlihatkan bahwa perusakan hutan tidak hanya berdampak buruk pada iklim, keanekaragaman hayati dan masyarakat sekitar hutan tetapi juga berdampak pada ekonomi, sosial dan budaya masyarakat,” kata Zulfahmi, Pemimpin Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.
Menurut Zulfahmi, keterlibatan masyarakat, terutama masyarakat adat untuk ikut menjaga hutan merupakan strategi yang efektif untuk meningkatkan kewaspadaan akan kerusakan hutan di Indonesia. Laju kerusakan hutan di Indonesia sangat memprihatinkan, per tahunnya mencapai 1,08 juta hektar hutan dirusak manusia. Kerusakan besar-besaran terjadi di Pulau Sumatera.
Penebangan hutan besar-besaran ini mengancam populasi harimau Sumatera yang kini jumlah yang ada di alam liar tinggal 400 ekor.
Harimau merupakan salah satu simbol kebudayaan masyarakat Indonesia. Simbol itu diwujudkan dalam berbagai bentuk seni seperti reog dan silat sebagai seni bela diri asli Indonesia. Bagi masyarakat Minangkabau sosok harimau Sumatera sangat dihormati dan disakralkan.
Nur Hidayati, Ketua Perwakilan Greenpeace Indonesia mengatakan, kerusakan hutan mendesak habitat harimau sehingga akhir-akhir ini muncul konflik antara manusia dengan harimau. Nur mengungkapkan pemerintah memang telah mengeluarkan moratorium penebangan hutan namun tidak mengevaluasi seluruh izin penebangan yang ada.
“Hampir semua kawasan hutan yg masih berhutan itu sudah dikuasai izin-izin (pemegang izin). Kami masih terus berjuang agar izin-izin itu dievaluasi,” ungkap Nur.
Kampanye itu merupakan bagian dari peringatan 40 tahun Greenpeace di dunia sejak lembaga ini didirikan tahun 1971 silam. Greenpeace beroperasi di Indonesia pada tahun 2006.
Fokus kampanye Greenpeace di Indonesia adalah menyelamatkan hutan tropis. Hutan tropis Indonesia merupakan satu dari tiga hutan tropis yang masih tersisa di dunia, yang lainnya adalah hutan Amazon di Brazilia dan hutan di Kongo. Selain gelar budaya, kampanye juga diisi dengan pameran foto dan orasi. [KJPL]