KJPL Sorot Transparasi Amdal PPLI Lamongan

KJPL Sorot Transparasi Amdal PPLI Lamongan

Komunitas Jurnalis Peduli Lingkungan (KJPL) Indonesia desak Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) transparan soal perizinan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) perusahaan pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) yang akan membuka cabang di Brondong, Lamongan, Jawa Timur, Indonesia.

Desakan KJPL dilakukan, sesudah mendengar kabar, kalau PT. PPLI Cileungsi, Bogor, dalam waktu dekat akan membuka cabang di Brondong Lamongan. Padahal hampir 2 tahun terakhir tidak terdengar ada perusahaan swasta yang dibiayai PMA asal Jepang mendirikan perusahaan pengelolaan limbah B3 3 di Lamongan sesudah sempat ditolak warga setempat.

“Terus terang kami terkejut, jika PT. PPLI yang merupakan kepanjangan tangan PT. DOWA akan mendirikan perusahaan pengelolaan limbah B3 di Brondong dalam waktu dekat. Kami minta adanya transparansi soal perizinan khususnya AMDAL atau UKL-UPL, sebab sampai sekarang KJPL belum mendapat informasi tentang terbitnya izin dari Kementrian KLHK,” ujar Teguh Ardi Srianto Ketua KJPL Indonesia.

Menurut Teguh, lokasi yang diincar PT. PPLI kurang memenuhi syarat karena jaraknya cukup dekat dekat wilayah pesisir, masuk daerah reasapan air dan berada di kawasan hutan. “Persyaratan lokasi penimbunan (landfiil) limbah B3 harus mengacu pada ketentuan Peraturan Pemerintah No.101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3,” tegasnya.

Di tambahkan Teguh, awal 2017 silam, rencana pendirian perusahaan cabang PT. PPLI itu sempat mencuat ke publik karena ada penolakan dari masyarakat sekitar. Alasannya, dikhawatirkan dalam jangka panjang bisa merusak lingkungan sekitar. “Namun ada kabar tak sedap, jika masyarakat sekitar sudah diberi kompensasi, sehingga suara penolakan tak terdengar lagi,” papar Teguh yang juga anggota Leadership for Environment and Development (LEAD) Internasional Cohort 19 .

KJPL Indonesia tidak menolak pendirian pabrik pengelolaan limbah B3 di Jatim, karena keberadaannya sangat dibutuhkan. Namun KJPL berharap mekanismenya harus sesuai dengan ketentuan aturan perundang-undangan yang berlaku.

“Sudah bukan menjadi rahasia umum, izin pendirian perusahaan pengeloaan limbah B3 itu sangat rumit sehingga muncul kesan didominasi pihak-pihak tertentu yang memiliki hubungan baik dengan pemerintah pusat,” imbuhnya.

Sampai sekarang, di Indonesia, baru ada PT. PPLI di Cileungsi, Bogor yang berhasil mendapatkan izin mendirikan pabrik pengelolaan limbah B3 dengan sistem landfiil (timbun). Bahkan Pemprov Jatim yang sudah berusaha mendirikan pabrik pengelolaan limbah B3 secara terpadu di Dawar Blandong, Mojokerto, juga belum jelas nasibnya.

“Kami berharap PT. PPLI yang akan membuka cabang di Brondong, Lamongan, jangan sampai murni swasta tapi harus melibatkan Pemprov Jatim dan Pemkab Lamongan untuk kepemilikan sahamnya supaya pemerintah daerah mendapatkan manfaat, khususnya peningkatan PAD karena keuntungan pengelolaan limbah B3 itu sangat mengiurkan,” terang Teguh.

Sebaliknya, jika memang swasta murni diperbolehkan ikut mengelola limbah B3 maka harusnya pemerintah khususnya kementerian KLHK tidak tebang pilih dalam pemberian izin. Mengingat, kebutuhan perusahaan pengelolaan limbah B3 di Indonesia memang sangat dibutuhkan.

“Ketidaktransparansinya proses perizinan di KLHK inilah, yang kerap dimanfaatkan sejumlah NGO atau LSM peduli Lingkungan Hidup untuk bermain dan berusaha mengeruk keuntungan pribadi menjadi makelar masuknya investor asing. Di sisi lain semakin banyak produsen limbah B3 yang membuang limbah B3 sembarangan akan mempercepat kerusakan lingkungan hidup,” tegas Teguh Ardi Srianto. [KJPL]

Berita Lainnya

Leave a Comment