Mata Air Brantas Kritis

Mata Air Brantas Kritis

Rusaknya alam dan minimnya resapan air di wilayah hulu, berakibat berkurangnya jumlah mata air Sungai Brantas. Data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jatim menyebutkan, hingga kini tinggal 53 mata air di Sungai Brantas. Padahal sebelumnya ada 117 titik mata air.

Kepala Bidang Komunikasi Lingkungan dan Peran Serta Masyarakat BLH Jatim, Putu Artha Giri, Selasa (12/4) mengatakan, kerusakan hutan menjadi penyebab utama makin berkurangnya sumber mata air. Tingginya kegiatan penebangan pohon dan banyaknya membuka lahan pertanian baru membuat berkurangnya wilayah resapan air. Akibatnya, beberapa mata air mulai mengering.

Dikatakannya, upaya penanganan DAS Kali Brantas Hulu harus dilakukan secara Integrated plan berbasis penataan ruang, yaitu perencanaan/konsep yang harus terimplementasi dengan kebijakan operasional yang jelas dan lengkap tahapannya bagi pengelolaan dan penanganan kerusakan DAS Kali Brantas wilayah hulu.

Berdasarkan inventarisasi Balai Besar Wilayah Sungai Brantas pada tahun 2009, jumlah sumber mata air di Kota Batu sebanyak 111 buah. Rinciannya 57 buah terletak di Kecamatan Bumiaji, 32 buah terletak di Kecamatan Batu dan sisanya sebanyak 22 terletak di Kecamatan Junrejo. Dari jumlah tersebut, hanya 13 buah yang memiliki jumlah debit air > 50 lt/dt. Sisanya sebanyak 98 sumber mata air jumlah debit airnya < 50 lt/dt.

Hasil lain dari inventarisasi juga menunjukan pola pengelolaan lahan di lereng perbukitan Hulu Kali Brantas mempunyai kecenderungan menyalahi kaidah konservasi yakni dengan sistem terasering. Kondisi tersebut diprediksi menjadi  salah satu penyebab daerah hulu rawan terjadi longsor dan mengakibatkan sendimentasi ke Kali Brantas.

Direktur Ecoton (Ecological Observation and Wetlands Conservation) atau Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah, Surabaya, Prigi Arisandi mengatakan, hasil surrvei Ecoton bersama Intenational Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) Ecosystem-Grant Programme (EGP) Belanda, kawasan resapan air hulu Brantas banyak yang hilang akibat alih fungsi lahan yang menyebabkan penyusutan jumlah mata air.

Investigasi yang dilakukan di daerah Toyomerto- Gunung Arjuno dan Sumberdem-Gunung Kawi menunjukkan secara jelas mengecilnya mata air yang ada dan bahkan hilangnya beberapa sumber mata air.

Data Ecoton menyebutkan, sumber mata air terbesar Kali Brantas di Sumbebrantas, Batu, berkurang 50% dalam 2 tahun terakhir. Sebanyak 11 mata air mengering sedangkan 46 mata air lainnya mengalami penurunan debit dari 10 m3/detik menjadi kurang dari 5 m3/detik. Matinya mata air karena berkurangnya kawasan resapan air akibat dari alih fungsi hutan lindung menjadi lahan produksi atau pertanian tanaman semusim sejak akhir tahun 1990-an.

Sebagaimana diketahui, Sungai Brantas merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Sungai Bengawan Solo memiliki luas area sekitar 12.000 km persegi dan panjang sungai mencapai 320 km. Sungai Brantas bersumber dari Sumber Brantas Kota Batu, tepatnya di lereng Gunung Arjuna dan Anjasmara, lalu mengalir ke Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, Mojokerto, dan akhirnya ke Surabaya (Selat Madura atau Laut Jawa). [KJPL]

Berita Lainnya

Leave a Comment