Jakarta – WALHI menilai bahwa Menteri Kehutanan sudah tidak rasional, terkait dengan pernyataannya bahwa Industri Pulp dan Kertas dapat menggunakan bahan baku kayu dari hutan alam. Upaya pemerintah tersebut hanya akan meningkatkan bencana ekologis seiring dengan legalisasi pembabatan kawasan hutan alam, sementara upaya rehabilitasi dan rebosasi hutan dan lahan masih sangat jauh dari harapan.
“Menteri Kehutanan mungkin sudah melupakan bahwa 72% hutan alam Indonesia telah musnah, dan hanya tersisa sedikit kawasan hutan alam yang masih baik di Indonesia, dan oleh Menhut juga akan dihancurkan hanya demi menyelamatkan pengusaha pulp dan kertas” ujar Berry Nahdian Forqan, Direktur Eksekutif Nasional WALHI.
Bila merujuk pada data yang dikeluarkan Departemen Kehutanan sendiri, bahwa telah terdapat perijinan bagi 222 unit perusahaan HTI dengan luas 9,807 juta hektar, sementara hingga 2008 realisasi tanaman HTI baru mencapai 4,3 juta hektar. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya para pengusaha HTI tidak pernah menunjukkan keseriusannya dalam membangun usahanya, serta hanya ingin mengambil kayu dan menyisakan lahan semakin kritis.
Indonesia juga seharusnya tidak memprioritaskan pembangunan usaha kehutanan skala besar dan luas, seperti hutan tanaman industri, industri pulp dan kertas, serta perkebunan besar kelapa sawit. Karena sebenarnya ekonomi Indonesia lebih ditopang pada usaha-usaha perkebunan rakyat dan komoditas pertanian, dibanding oleh industri pulp dan kertas.
Ancaman PHK yang dikeluarkan oleh pengusaha industri pulp dan kertas juga telah menunjukan telah bangkrutnya industri pulp dan kertas di Indonesia, dan malah menjadikan buruh sebagai korban dari kerakusan pengusaha. Pemerintah harusnya dapat mengambil langkah yang jauh lebih baik dengan memberikan jaminan terhadap hak-hak buruh di sektor industri pulp dan kertas, melakukan penegakan hukum terhadap kejahatan kehutanan, termasuk illegal logging yang dilakukan oleh HTI yang menopang industri pulp dan kertas, serta melakukan jeda penebangan hutan yang disertai dengan restrukturisasi industri kehutanan dan penyelesaian konflik tenurial.
“Menteri Kehutanan harusnya tidak lagi mengeluarkan statement ataupun kebijakan yang mendorong terjadinya akumulasi konflik sosial dan bencana ekologis di Indonesia. Sudah cukup proses penghancuran hutan Indonesia yang secara sistematis dilakukan oleh Pemerintah bersama pemodal. Saatnya Pemerintah memberikan ruang kehidupan bagi komunitas adat/lokal dalam bentuk pengakuan terhadap kawasan kelola adat/rakyat” lanjut Teguh Surya, Kepala Departemen Advokasi dan Jaringan WALHI.
WALHI mengindikasikan adanya konspirasi antara Pemerintah dengan Pengusaha Pulp dan Kertas, untuk terus melakukan deforestasi hutan alam Indonesia. Dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus illegal logging terhadap 13 perusahaan penyuplai industri bubur kertas, digusurnya komunitas Sakai di Suluk Bongkal, Kecamatan Pinggir, Bengkalis – Riau oleh Kepolisian bersama PT Arara Abadi, serta dirumahkannya dan di-PHKnya buruh industri pulp dan kertas tanpa penghormatan terhadap hak-hak buruh, merupakan rangkaian dari perselingkuhan Pemerintah dengan Pemodal hanya untuk menyelamatkan kelompok pemodal. (KJPL)