Air adalah sumber kehidupan. Sehat atau tidaknya masyarakat tergantung dari air. Kita mandi, mencuci baju, mencuci piring, minum dan sebagainya, menggunakan air. Atas dasar inilah, Direktur Ecoton, yang juga Pendiri KJPL Indonesia Prigi Arisandi menyampaikan kekecewaannya terhadap pemerintah yang dinilai gagal mengelola sungai di Indonesia.
“Kami prihatin terhadap fakta kerusakan sungai di Indonesia. Hasil pelaksanaan Pemantauan Kualitas Air di 33 Propinsi Tahun 2011 oleh Pusarpedal-KLH yang disampaikan dalam rakernis PKA 33 Provinsi di Jaya Pura, Papua. Dari 51 sungai yang dipantau di Indonesia 62, 74% masuk kategori tercemar Berat, 31, 37% tercemar sedang-berat, 3,92% tercemar ringan-sedang dan hanya ada satu sungai yang memenuhi standar baku mutu,” ungkap Prigi.
Selain pencemaran, Prigi juga prihatin dengan semakin hilangnya sumber mata air di kawasan hulu terutama di Jawa. Pada sungai Brantas, tercatat selama 8 tahun (2000-2008) telah terjadi pengurangan luas hutan dari sekitar 80.000 Ha menjadi sekitar 40.000 ha (terjadi pengurangan 50% luas hutan dalam kurun waktu 8 Tahun). Penurunan luas hutan ini diyakini menurunkan jumlah mata air yang ada di hulu DAS Brantas.
Dampak sistemik pencemaran sungai berupa punahnya beberapa jenis ikan yang ada di sungai di Indonesia. Sungai Brantas sudah merasakan hilangnya beberapa spesies ikan seperti Jambal, Papar/Belida dan Bulus. Hal yang sama juga dirasakan di Way Seputih Lampung dan beberapa Sungai lainya di Indonesia.
Dampak lainnya yang dirasakan adalah berubahnya fungsi sungai sebagai tempat sampah dan sungai sebagai WC (toilet) umum karena lemahnya implementasi kebijakan pengelolaan sungai oleh pemerintah republik Indonesia.
“Semua peradaban di bumi ini umumnya dimulai dari sungai, karena sungai adalah sumber peradaban. Beradabnya sebuah bangsa tercermin bagaimana Negara memperlakukan dan mengelolan sungainya,” ucap pria pemerhati lingkunngan ini.
Prigi menilai bahwa hal ini adalah bentuk kelalaian pemerintah republik Indonesia yang gagal mengelolah sungai di Indonesia dan kegagalan Presiden Republik Indonesia untuk menjaga kelestarian dan fungsi ekologis dan ekosistem sungai sehingga menciderai hak-hak generasi yang akan datang untuk menikmati ekosistem sungai yang ada di Indonesia. [KJPL]