Indikasi terjadinya penyimpangan ini terlihat dari jumlah dan teknik penanaman mangrove yang dilakukan Dinas Pertanian Surabaya, di kawasan Pesisir Pantai Timur Surabaya, Wonorejo, Rungkut.
Dalam pengerjaan proyek itu, Dinas Pertanian Surabaya dapat perintah dari BP DAS Brantas Jatim, sebagai pelaksana penanaman mangrove, yang jadi bagian kerjasama rehabilitasi mangrove antara Japan International Cooperation Agency (JICA) dengan Kementrian Kehutanan.
Proyek penanaman mangrove itu merupakan proyek rehabilitasi yang dilaksanakan serentak di tujuh kota di Indonesia, yang akan jadi kawasan hutan mangrove percontohan di ASEAN.
Total anggaran pelaksanaan proyek itu, mencapai 30 milyar rupiah, dan diharapkan tuntas di Juni 2014 mendatang dengan pendandatangan beberapa kerjasama, yang intinya untuk penyelamatan kawasan konservasi mangrove yang rusak, akibat abrasi air laut.
Sayangnya, dalam pelaksanaan di lapangan, banyak ditemukan penyimpangan, yang mengakibatkan pelaksanaan rehabilitasi mangrove tidak tepat sasaran dan manfaat.
Kondisi riil ini, juga terjadi di Kawaasan Pantai Timur Surabaya, khususnya di Kawasan Wonorejo, Rungkut, yang dalam pelaksanaan pengerjaan penanaman mangrovenya, dilakukan Kelompok Tani Bintang Timur.
Menyikapi kondisi itu, Wawan Some dari Rumah Mangrove Surabaya mengatakan, teknik tanam mangrove dengan memasukkan bibit mangrove ke dalam bambu, tingkat keberhasilannya kecil.
“Teknik tanam seperti itu, sudah pernah diujicobakan dan hasilnya sangat tidak maksimal, bahkan kecenderungan gagalnya sangat tinggi,” kata Wawan.
Menurut Wawan, penanaman mangrove seperti yang dilakukan Kelompok Tani Bintang Timur di Wonorejo, Rungkut, harusnya tidak langsung dihadapkan dengan kawasan pesisir, kalau akar mangrove belum kuat, jadi sangat terkesan kalau pelaksanaan penanaman mangrove itu asal-asalan.
Sementara Muhammad Zamroni Presiden Tunas Hijau Indonesia mengatakan, teknik tanam seperti itu (memasukkan bibit mangrove dalam bambu), sekarang sudah banyak dikembangkan dan diujicobakan di beberapa tempat. “Hanya hasilnya baru dilihat sekitar dua tahunan, sesudah bambu rapuh dan akar mangrovenya kuat,” kata Roni.
Ditambahkan Roni, untuk penanaman mangrove perlu banyak cara dilakukan uji coba, hasilnya ditunggu saja setahun lagi, berhasil atau tidak, karena menanam di laut, beda dengan didarat.
Dari penelusuran Tim KJPL, dipastikan kalau proyek penanaman mangrove, untuk rehabilitasi Kawasan Pesisir Surabaya Timur, luasannya mencapai 20 hektar, dan sekarang masih terhenti, karena faktor cuaca.
“Proyek itu masih terhenti sekarang dan belum tuntas, karena faktor cuaca, dan pelaksanaanya ditunjuk Kelompok Tani Bintang Timur,” kata Susi Irawati Fauwziyah Kabid Kehutanan Dinas Pertanian Surabaya.
Melihat kondisi penanaman mangrove yang terkesan asal-asalan, sangat disayangkan Singky Soewadji Pemerhati Flora dan Fauna, yang melihat langsung kondisi dilapangan.
“Teknik tanam seperti ini, sudah pasti tidak akan membuat akar mangrove tumbuh, tapi malah mati itu pasti terjadi,” tegas Singky, samabil mengangkat bambu berisi mangrove yang akarnya hanya sepanjang tiga centimeter dan mengapung di atas air laut. [KJPL]